MEDIASELEKTIF.COM - Direktur Eksekutif Energy Watch, Mamit Setiawan mengatakan, Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 117 Tahun 2021 merupakan satu upaya pemerintah untuk mendukung energi bersih dan ramah lingkungan. Diakuinya, sampai saat ini Bahan Bakar Minyak (BBM) jenis Premium memang masih ada.
"Dalam kebijakan ini saya melihat ada satu peluang yang sangat bagus dimana Kementerian ESDM bisa untuk menentukan jenis BBM tertentu. Minimal RON 88 untuk penugasan, tapi ketika menteri melihat bahwa sebenarnya konsumsi Premium sudah tidak terlalu banyak maka bisa saja nanti Pertalite akan menjadi jenis BBM penugasan," ucap Mamit saat menjadi narasumber Talkshow Bincang-Bincang Energi Negeri bertemakan "Antara Lingkungan dan Hajat Hidup Orang Banyak" Radio MNC Trijaya Medan di Hotel Swiss-Belhotel Jalan Gajahmada Medan, Jumat (25/2/2022) sore.
Ia menjelaskan, sepanjang tahun 2021, harga minyak dunia terus mengalami kenaikan, tapi pemerintah dan Pertamina tidak menaikkan BBM jenis Pertalite tersebut. Berdasarkan perhitungannya, selisih harga yang harus ditanggung Pertamina khususnya Pertamina Patra Niaga senilai Rp2.500 hingga Rp3.000 per liter untuk BBM jenis Pertalite.
Selain itu, papar Mamit, akibat konflik Rusia dengan Ukraina, harga minyak mentah diprediksi bisa mencapai 130 dollar AS per barrel, komoditas global terutama komoditas energi akan mengalami kenaikan. "Hal ini perlu kita antisipasi dan Pertamina juga tidak menaikkan harga BBM secara signifikan, harga Pertalite tidak naik," ujarnya.
Dengan Program Langit Biru yang sempat digaungkan, masyarakat sudah mulai berpikir dan beradaptasi untuk menggunakan BBM yang lebih ramah lingkungan. Dia meyakini penggunaan BBM yang ramah lingkungan memiliki banyak manfaat antara lain jarak tempuh bisa lebih jauh dan mesin lebih awet.
"Saya sendiri yang mengalami, saya membandingkan antara BBM RON rendah dengan BBM RON tinggi, lebih bagus BBM RON tinggi," ucap Mamit.
Pada kesempatan ini, turut hadir sebagai narasumber lainnya, yaitu Ketua Komisi B DPRD Provinsi Sumatera Utara, H Dhody Thahir, Region Manager Retail Sales Sumbagut PT Pertamina Patra Niaga, Aribawa dan Pengamat Ekonomi, Gunawan Benjamin.
"Perpres Nomor 117 itu sudah ditetapkan, berarti dalam paradigma kita nanti BBM penugasan ini harganya bisa berfluktuasi mengikuti harga minyak dunia. Apalagi seandainya harga minyak dunia naik, maka kita harus terima konsekuensi kemungkinan harga BBM bakal naik dalam waktu dekat," jelas Gunawan.
Ia mengatakan, tugas pemerintah semakin sulit dalam mengelola anggaran sebab berkaitan dengan harga BBM, harga minyak goreng, masalah harga pangan dan diperkirakan inflasi tahun 2022 bisa mencapai 2,5 persen sampai 3 persen.
Menurutnya, Perpres tersebut bisa melindungi anggaran pemerintah supaya tidak terlalu 'jebol' atau defisit dalam. "Buat masyarakat jangan terlalu panik kalau tiba-tiba ada kenaikan harga BBM.
Ke depan kita punya tantangan besar terkait BBM dan besar kemungkinan saya yakin dengan Perpres ini harga BBM akan disesuaikan dengan tren yang naik harganya," ucapnya.
Sementara itu, Region Manager Retail Sales Sumbagut PT Pertamina Patra Niaga, Aribawa mengatakan, pihaknya berkomitmen untuk menyediakan BBM dan energi bagi masyarakat guna mendukung perekonomian di Sumatera agar bisa lebih baik dan berkembang.
"Kami terus mendorong masyarakat agar memilih BBM yang tepat sesuai dengan teknologi kendaraan saat ini. Terkait transisi energi, kemarin Pak Jokowi sudah meresmikan ekosistem kendaraan listrik dan itu merupakan satu komitmen Pertamina untuk mendukung perubahan era teknologi," papar Aribawa.
Di samping itu, Ketua Komisi B DPRD Provinsi Sumatera Utara, H Dhody Thahir menambahkan, minyak adalah faktor pendukung dalam pergerakan ekonomi. Dengan terbitnya Perpres Nomor 117 Tahun 2021 diharapkan dapat meningkatkan pengawasan terhadap distribusi BBM.
"Pengawasan distribusi BBM yang paling penting. Pertamina ini milik negara dan milik rakyat, pikirkan rakyat, pikirkan ekonomi Indonesia. Yang penting rakyat diperhatikan dan harga BBM yang wajar," katanya.
Acara Bincang-Bincang Energi Negeri tersebut berlangsung selama kurang lebih 100 menit dan menerapkan protokol kesehatan.(Ir/MSC)